Pendahuluan
Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) merupakan ukuran persentase penggunaan komponen lokal dalam suatu produk, baik barang maupun jasa, yang ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian untuk mendorong pertumbuhan industri nasional dan memperkuat daya saing produk dalam negeri di pasar global . Dengan mekanisme verifikasi yang dilakukan oleh lembaga independen seperti PT Surveyor Indonesia dan PT Sucofindo (Persero), sertifikat TKDN menjadi dokumen penting dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah . Selain TKDN, pemerintah juga menerapkan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) sebagai indikator pendukung-dengan nilai minimum TKDN 25% dan BMP minimal 40%, suatu produk baru dianggap layak sebagai produk dalam negeri . Dalam konteks pengadaan barang/jasa pemerintah, ketentuan TKDN diatur dalam berbagai regulasi, mulai dari Peraturan Presiden hingga Peraturan Menteri Perindustrian. Penekanan pada TKDN turut diperkuat oleh kewajiban alokasi anggaran untuk usaha mikro, kecil, dan koperasi sebesar minimal 40% dari total belanja barang/jasa pemerintah menurut Perpres No. 12/2021 . Namun, tidak jarang pemerintah menghadapi situasi di mana tidak terdapat produk dalam negeri yang memenuhi persyaratan TKDN maupun BMP. Artikel ini membahas secara mendalam mekanisme dan ketentuan yang berlaku ketika produk lokal tidak tersedia, serta peluang bagi produk asing untuk diikutsertakan dalam pengadaan.
Kerangka Regulasi TKDN
- Dasar Hukum Utama
- UU No. 3/2014 tentang Perindustrian
Menetapkan komitmen negara untuk memprioritaskan penggunaan komponen dalam negeri-pengukuran TKDN menjadi instrumen kunci untuk mencapai tujuan ini. - UU Cipta Kerja (UU No. 11/2020)
Mentransformasikan pelaksanaan peraturan teknis menjadi Peraturan Pemerintah/Presiden agar responsif terhadap kebutuhan industri dan investasi.
- UU No. 3/2014 tentang Perindustrian
- Struktur Kebijakan Pengadaan
- Perpres No. 54/2010 (digantikan): Prinsip dasar pengadaan-efisiensi, transparansi, kompetisi, serta persyaratan kemitraan bagi penyedia asing.
- Perpres No. 16/2018:
- Pengintegrasian preferensi TKDN + BMP ≥ 40%
- Diskon evaluasi hingga 25% untuk penawaran TKDN ≥ 25%
- Alokasi 40% anggaran untuk UMKM & koperasi
- Perpres No. 12/2021: Penajaman aturan alokasi UMKM & kemudahan pelaksanaan pengadaan dalam rangka Cipta Kerja.
- Pembentukan Tim P3DN
- Keppres No. 24/2018:
- Menetapkan Tim Nasional P3DN (Menko Maritim sebagai Ketua)
- Tugas: pengawasan capaian TKDN, advokasi kebijakan, penyelesaian sengketa penerapan TKDN
- Keppres No. 24/2018:
- Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Spesifik Sektor
- Modul Surya (Permenperin No. 34/2024): Metodologi perhitungan TKDN khusus komponen panel surya, dengan simplifikasi dokumen.
- HKT (Permenperin No. 29/2017): Metode hitung TKDN untuk handphone, tablet, dan komputer genggam.
- Elektronik & Energi (rencana Permenperin mendatang): Mencontoh model modul surya untuk menyederhanakan alur sertifikasi.
- Proses Sertifikasi & Verifikasi
- Self‑Assessment: Produsen mengisi format TKDN sesuai modul produk.
- Verifikasi Lapangan: Lembaga Verifikasi Independen (misal PT Surveyor, Sucofindo).
- Evaluasi P3DN: Verifikasi dokumen administrasi dan teknis.
- Penerbitan Sertifikat: Berlaku biasanya 2 tahun, dengan opsi audit ulang.
- Integrasi dalam Pengadaan Pemerintah
- Dokumen KAK: Wajib mencantumkan nilai TKDN + BMP.
- Formula Preferensi:> Harga Efektif = (1 – Koefisien Preference) × Harga Penawaran
- E‑Catalogue LKPP: Daftar produk bersertifikat TKDN untuk kemudahan riset pasar oleh panitia.
- Mekanisme Pengecualian
- Jika tidak ada produk lokal yang memenuhi TKDN ≥ 25% (atau TKDN+BMP ≥ 40%) atau volume tidak mencukupi, panitia dapat membuka tender internasional sesuai Pasal 66 ayat (5) Perpres 16/2018.
- Prosedur:
- Dokumen riset pasar (BAA)
- Surat persetujuan PPK
- Koordinasi dengan P3DN & LKPP
- Pelaksanaan tender terbuka internasional
- Harmonisasi & Monitoring
- Digitalisasi Verifikasi: Pengembangan platform online untuk real-time pelacakan sertifikat TKDN.
- Evaluasi Berkala: Laporan capaian TKDN per sektor, rekomendasi perbaikan regulasi, dan penyusunan modul baru sesuai kebutuhan industri.
Dengan kerangka ini, regulasi TKDN tersusun mulai dari Undang‑Undang, Peraturan Presiden, hingga peraturan teknis sektoral. Alur sertifikasi dan integrasi dalam pengadaan menjamin prioritas produk lokal, sementara mekanisme pengecualian menjaga fleksibilitas saat pasar domestik belum siap.
Mekanisme Verifikasi dan Penerapan TKDN
Proses verifikasi TKDN diawali dengan self‑assessment oleh produsen atau penyedia, yang kemudian diverifikasi lapangan oleh Lembaga Verifikasi Independen (LVI) seperti PT Surveyor Indonesia . Setelah verifikasi, P3DN Kemenperin mengevaluasi dokumen untuk memastikan kesesuaian, lalu menerbitkan sertifikat TKDN dengan masa berlaku tertentu, umumnya dua tahun untuk produk industri menengah hingga besar . Dalam pengadaan pemerintah, nilai TKDN dicantumkan dalam dokumen pemilihan (Dokumen KAK) dan dievaluasi bersama aspek administrasi, teknis, dan harga. Penawaran produk dengan nilai TKDN + BMP ≥ 40% mendapatkan prioritas sebagai produk dalam negeri, sementara produk dengan TKDN ≥ 25% saja masih dapat memperoleh preferensi harga hingga 25% dalam evaluasi tender internasional . Besaran preferensi ini dihitung dengan rumus HEA = (1 – KP) × HP, di mana KP adalah koefisien preferensi berdasarkan TKDN, dan HP adalah harga penawaran setelah koreksi aritmatik.
Ketentuan Keikutsertaan Perusahaan Asing
Perpres No. 54/2010 Pasal 104 menegaskan syarat keikutsertaan perusahaan asing dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Pada dasarnya, perusahaan asing dapat berpartisipasi jika nilai pengadaan melebihi ambang sebagai berikut:
- Pekerjaan konstruksi di atas Rp 100 miliar;
- Barang/jasa lainnya di atas Rp 20 miliar;
- Jasa konsultansi di atas Rp 10 miliar .
Dalam pelaksanaannya, perusahaan asing harus bekerja sama dengan perusahaan nasional melalui kemitraan, subkontrak, atau model usaha lain-jika terdapat perusahaan nasional yang mampu di bidang tersebut . Ketentuan ini memastikan transfer teknologi dan pemberdayaan perusahaan lokal.
Skenario Tanpa Produk TKDN
Ketika plagiat aturan TKDN dan BMP sudah dijalankan – namun tidak ada satupun produk lokal yang memenuhi ambang minimal (TKDN ≥ 25 % dan BMP ≥ 40 %) atau volume kebutuhan tidak tercukupi – panitia pengadaan dihadapkan pada beberapa skenario alternatif. Berikut pengembangan mendalam tiap skenario beserta alur proses, contoh kasus, dan mitigasi risiko.
1. Barang Belum Diproduksi di Dalam Negeri
Deskripsi: Beberapa teknologi khusus (misalnya panel surya tipe terbaru, mesin presisi industri, atau peralatan medis canggih) belum memiliki basis manufaktur lokal.
Alur Proses:
- Riset Pra-Tender
- Panitia melakukan survei pasar global dan verifikasi daftar P3DN, E‑Catalogue LKPP, serta konsultasi dengan asosiasi industri.
- Dokumentasi Ketidaktersediaan
- Berita acara hasil riset, memuat merek/tipe yang dicari dan hasil pencarian “Nihil” di penyedia lokal.
- Permohonan Pengecualian
- Surat permohonan PPK kepada P3DN Kemenperin, menyertakan BAA (Berita Acara Analisis) Pasal 66 ayat (5) Perpres 16/2018 .
- Pemberitahuan Tender Internasional
- SPSE diumumkan sebagai tender terbuka internasional, dengan persyaratan teknis seperti RFI (Request for Information) dan RFP (Request for Proposal).
Contoh Kasus:
Pada tahun 2024, pemerintah daerah X memerlukan unit CT‑Scan 128‑slice-produk yang belum dibangun di dalam negeri. Setelah riset tiga bulan, panitia mendokumentasikan nihil penyedia lokal, lalu membuka tender internasional dengan klausul transfer pengetahuan bagi teknisi RSUD setempat.
2. Volume Produksi Lokal Tidak Mencukupi
Deskripsi: Pelaku industri lokal memproduksi, tetapi kapasitas produksi “tersendat” sehingga tidak mampu memenuhi kuantitas kebutuhan (misalnya 1.000 unit dalam waktu 6 bulan).
Alur Proses:
- Validasi Kapasitas
- Permintaan data kapasitas terpasang pabrik dan lead time produksi dari calon produsen lokal.
- Analisis Gap Kuantitas
- Membandingkan kebutuhan kontrak dengan kapasitas. Jika selisih > 20 %, panitia mencatat gap kuantitas.
- Negosiasi Penjadwalan
- Usulan split delivery: sebagian dipenuhi lokal, sisanya impor. Jika produsen lokal tetap tidak sanggup, tender internasional total dibuka.
- Penetapan Skema Kontrak Hybrid
- Kontrak dibagi 2 lot: Lot 1 untuk penyedia lokal (kapasitas maksimal) dan Lot 2 terbuka internasional.
Mitigasi Risiko:
- Jadwal Produksi Terintegrasi: Koordinasi Gantt chart antar penyedia.
- Sistem Penalti dan Insentif: Penalti keterlambatan untuk impor, insentif percepatan bagi lokal.
3. Spesifikasi Teknis atau Teknologi Tinggi
Deskripsi: Diperlukan spesifikasi sangat tinggi (misalnya satelit nano‑sat, radar multifungsi, atau sensor Biotech) yang belum distandarisasi oleh produsen lokal.
Alur Proses:
- Workshop Teknis dengan Pakar
- Diskusi teknis melibatkan Kemenristek/BRIN dan asosiasi profesi untuk memverifikasi bahwa spesifikasi mutlak tidak dapat dipenuhi lokal.
- Dokumentasi Perbedaan Spek
- Menyusun matriks perbandingan spek lokal vs. internasional.
- Penyusunan Syarat Alih Teknologi
- Tender internasional mencantumkan klausul R&D bersama lembaga riset lokal, durasi minimal 6-12 bulan.
Contoh Kasus:
Proyek radar pantai untuk deteksi kapal kargo membutuhkan frekuensi S‑band khusus. Hanya dua pabrikan global yang memproduksi; LVI dan P3DN menyatakan belum ada spek serupa di dalam negeri, sehingga tender internasional diterbitkan dengan persyaratan riset adaptasi di PT LEN Industri.
4. Komponen Strategis & Keterbatasan Rantai Pasok
Deskripsi: Meskipun produk akhir dapat dirakit lokal, beberapa komponen strategis (misalnya chip ASIC, sel surya tipe PERC) belum tersedia secara luas.
Alur Proses:
- Identifikasi Komponen Kritis
- Daftar BOM (Bill of Materials) dianalisis untuk memetakan komponen yang harus impor.
- Penghitungan TKDN Parsial
- Hitung TKDN untuk produk rakitan tanpa komponen kritis; jika “TKDN total” di bawah ambang, produk masuk kategori tidak layak meski perakitan lokal tinggi.
- Alternatif Substitusi
- Ajukan R&D substitusi lokal-dengan timeline 1-2 tahun-sementara kebutuhan mendesak dipenuhi melalui impor.
- Tender Dua Tahap
- Tahap I: pemenuhan mendesak via impor.
- Tahap II: tender riset dan pengembangan komponen lokal bersama perguruan tinggi.
5. Kondisi Darurat, Mendesak, atau Keamanan Nasional
Deskripsi: Situasi bencana alam, krisis kesehatan, atau kebutuhan pertahanan dapat memerlukan pembebasan cepat tanpa TKDN.
Landasan Hukum:
- Perpres No. 54/2010 Pasal 104 memberi pengecualian bagi penyedia asing dalam keadaan darurat-misalnya pasokan obat-obatan untuk penanganan pandemi, perbaikan infrastruktur setelah gempa .
Alur Proses:
- Penetapan Status Darurat oleh PPK
- SK PPK menyatakan keadaan luar biasa, misalnya bencana atau ancaman siber.
- Tender Terbatas
- Undangan langsung kepada produsen asing terverifikasi.
- Pengiriman Cepat & Logistik
- Proses Bea Cukai dipercepat, tanpa hambatan sertifikasi TKDN.
- Pasca-Monitoring
- Evaluasi efektivitas dan perencanaan penguatan kapasitas lokal untuk kesiapsiagaan selanjutnya.
Prosedur Bukti Ketiadaan Produk Lokal
Untuk membuktikan ketiadaan produk lokal, panitia pengadaan wajib melakukan beberapa langkah:
- Inventarisasi: Menelusuri katalog elektronik di E‑Catalogue LKPP dan daftar P3DN Kemenperin, serta mendokumentasikan hasil pencarian produk lokal beserta nilai TKDN dan BMP-nya .
- Analisis Spesifikasi: Mengevaluasi apakah spesifikasi teknis dalam dokumen KAK dapat dipenuhi oleh komponen lokal. Jika terdapat perbedaan signifikan, perlu disesuaikan atau dipertimbangkan penggantian spesifikasi.
- Surat Pernyataan: Menyusun berita acara atau surat pernyataan bahwa tidak ada penyedia dalam negeri yang mampu memenuhi persyaratan TKDN dan volume kebutuhan. Dokumen ini menjadi dasar untuk membuka tender internasional.
- Persetujuan Pimpinan: Mendapatkan persetujuan dari PPK atau pejabat terkait, serta berkonsultasi dengan P3DN dan LKPP jika diperlukan untuk memastikan prosedur sesuai regulasi.
Dampak Terbuka bagi Penyedia Asing
Ketika pembatasan TKDN tidak dapat dipenuhi, terbukanya tender internasional memiliki beberapa dampak:
- Akses Teknologi: Perusahaan asing seringkali membawa teknologi dan inovasi yang belum dimiliki lokal, sehingga dapat meningkatkan kualitas proyek.
- Kompetisi Harga: Masuknya penyedia asing biasanya memperketat persaingan harga, berpotensi menurunkan biaya pengadaan.
- Risiko Monopoli: Jika hanya perusahaan asing tertentu yang dapat memenuhi spesifikasi, risiko ketergantungan dan monopoli dapat muncul.
- Transfer Kapasitas: Melalui skema kemitraan dan subkontrak, perusahaan asing dapat berkontribusi pada pembangunan kapasitas dan SDM lokal.
Studi Kasus: Modul Surya dan HKT
Contoh nyata adalah industri modul surya, yang perhitungan TKDN-nya telah disederhanakan melalui Permenperin No. 34/2024. Namun, pada tahap awal perkembangan, banyak pihak menghadapi kesulitan memenuhi TKDN minimum karena rantai pasok lokal belum optimal . Di bidang telepon seluler, komputer genggam, dan tablet (HKT), revisi Permenperin No. 29/2017 juga bertujuan menyesuaikan persyaratan TKDN agar lebih realistis dan mendorong kolaborasi dengan penyedia komponen lokal .
Rekomendasi Penguatan Industri Lokal
Agar kebutuhan pengadaan dapat diutamakan pada produk dalam negeri, beberapa langkah perlu dilakukan:
- Pengembangan Rantai Pasok: Mendorong investasi di sektor komponen strategis agar volume dan kualitas produksi lokal meningkat.
- Insentif Fiskal: Menyediakan insentif pajak bagi produsen lokal yang mencapai tingkat TKDN tinggi.
- Pendidikan dan R&D: Memperkuat kerja sama universitas‑industri untuk riset komponen berteknologi tinggi.
- Sosialisasi Regulasi: Mensosialisasikan prosedur verifikasi dan manfaat TKDN kepada seluruh pelaku usaha, termasuk UMKM, agar partisipasi dapat diperluas.
Kesimpulan
Dalam konteks kebijakan pengadaan pemerintah, prinsip utama TKDN adalah memprioritaskan produk dalam negeri demi mendorong kemandirian industri, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan menumbuhkan ekosistem bisnis lokal yang berkelanjutan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa pada beberapa sektor strategis-seperti teknologi tinggi, energi terbarukan, atau komponen elektronik khusus-sering kali belum tersedia produk lokal yang memenuhi ambang minimal TKDN (≥ 25 %) dan BMP (≥ 40 %). Dalam situasi inilah regulasi membuka celah untuk mengikutsertakan produk asing, dengan catatan bahwa:
- Pembuktian Ketiadaan: Panitia pengadaan wajib melakukan riset pasar menyeluruh dan mendokumentasikan upaya pencarian produk lokal, baik melalui E‑Catalogue LKPP maupun daftar P3DN.
- Proses Administratif: Surat pernyataan ketiadaan penyedia lokal, persetujuan PPK, serta koordinasi dengan P3DN dan LKPP menjadi prasyarat legal sebelum tender internasional dibuka.
- Skema Kemitraan: Perusahaan asing yang diizinkan ikut serta diharuskan berkolaborasi dengan mitra lokal-melalui subkontrak, joint venture, atau transfer teknologi-sehingga “kehadiran” mereka juga berkontribusi meningkatkan kapabilitas industri nasional.
Lebih jauh lagi, keikutsertaan produk asing seharusnya bukan sekadar “jalan keluar” jangka pendek, melainkan momentum strategis untuk:
- Mempercepat Transfer Teknologi Dengan merancang persyaratan kontrak yang mewajibkan alih teknologi, riset bersama, dan pelatihan SDM lokal, setiap proyek dapat memperkuat basis teknologi dalam negeri.
- Membangun Rantai Pasok Nasional Ke depan, pemerintah dan pelaku industri perlu bersama‑sama membangun fasilitas manufaktur komponen kunci-mulai material semikonduktor hingga sel surya-agar semakin banyak produk yang mampu mencapai nilai TKDN tinggi.
- Menciptakan Ekosistem Inovasi Melalui insentif fiskal, pembentukan klaster industri, dan kolaborasi riset universitas‑industri, lahir solusi teknologi mutakhir yang tidak hanya memenuhi kebutuhan nasional, tetapi juga berpotensi diekspor.
Oleh karena itu, meski regulasi mengakomodasi partisipasi produk asing jika tidak ada opsi lokal, kebijakan TKDN bukanlah hambatan, melainkan alat ukur untuk memetakan prioritas investasi dan mengukur kemajuan kemandirian industri. Agar celah ketiadaan produk TKDN dapat semakin diperkecil, sinergi antarpemangku kepentingan-pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat-harus diperkuat melalui:
- Perencanaan Jangka Panjang yang terintegrasi antara kebutuhan pengadaan pemerintah dengan roadmap pengembangan industri nasional.
- Monitoring dan Evaluasi Berkala atas capaian TKDN setiap subsektor, sehingga kebijakan dapat terus disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan.
- Peningkatan Kapasitas UMKM agar lebih cepat naik kelas menjadi penyedia komponen lokal bagi industri besar.
Dengan mengambil pendekatan holistik tersebut, bukan hanya meminimalkan ketergantungan pada produk asing, tetapi juga mengakselerasi transformasi ekonomi Indonesia menuju kedaulatan industri dan kemakmuran berkelanjutan. Kecamatan ketiadaan produk lokal sejatinya menjadi alarm pengingat: peluang untuk berinovasi, berinvestasi, dan berkolaborasi demi masa depan industri nasional yang lebih mandiri dan kompetitif.